LCC: Harga Murah=Kualitas Kurang?

Di dunia bisnis design grafis, ada yang namanya ‘pitching’. Sederhananya, pitching ini adu tender yang diadakan oleh (calon) client. Kalo client nya perusahaan besar, biasanya mereka mengundang beberapa agency besar, di-brief seperti apa project-nya, lalu masing-masing perusahaan bikin design, mock up, dan quotation, lalu pada hari yang ditentukan, semuanya dipresentasikan. Pada akhirnya, perusahaan bisa memilih agency yang mereka rasa paling cocok.

Apakah yang menang selalu yang terbaik? Sudah menjadi rahasia umum, bahwa seringnya yang menang bukan design yang terbaik tapi harga yang termurah.

Lalu gimana nasib agency yang kalah? Ya gigit jari, pulang dengan tangan kosong. Udah kerja keras (dan biasanya sampe lembur karena ngejar deadline dengan timeline yang super mepet), udah presentasi design, tapi nggak dibayar.

Makanya sampai mulai muncul campaign ‘No Free Pitching’. Intinya supaya para designer tidak bersedia ikutan free pitching. Karena kalo sistem kaya gini berkembang terus, yang rugi designer sendiri.

Kenapa?

Begini… Karena yang menang seringnya yang murah, para designer (atau agency) jadi bersaing kasih harga paling murah. Akibatnya harga pasaran design jatuh. Yang rugi ya agency karena harga turun, pemasukan kurang. Akibatnya, semakin banyak kejar job, supaya pemasukan tambah banyak. Akibatnya, designer semaki dipecut kerja keras, lembur, gak sempat makan, dan tidur. Dan apa akibatnya pada design yang dihasilkan oleh designer yang kelelahan? Ya logikanya sih kualitas design juga bisa menurun… karena nggak ada energi dan waktu yang cukup untuk lebih dieksplorasi.

Ini cuma teori sih… pada prakteknya nggak selalu kaya gini.

Tapi logika ini lah yang mau saya bandingkan dengan low cost carrier (LCC).

Sejak tragedi Air Asia, Pak Jonan berkali-kali dihujat massa. Ya memang sih sejak peristiwa itu, dia mendadak bikin banyak keputusan dan kebijakan yang lumayan sensasional. Jadi kesannya kok kaya baru sekarang hebohnya? Bikin keputusan kontroversial juga. Tapi ya to be fair… dia kan emang belum lama aktif jadi menteri. Nah terus kalo kita baru diangkat jadi manager terus tiba-tiba di bagian kita ketauan baru kemalingan milyaran gara-gara ada sistem yang longgar, emangnya kita nggak langsung bikin gebrakan ini itu biar gak kemalingan lagi? Kalo kaya gitu, emangnya bisa dibilang kita pencitraan? Ya nggak juga keles. Emang situasinya aja memaksa gitu.

Salah satu kebijakan Pak Jonan yang banyak dihujat adalah soal LCC yang saya sebut di atas.

Katanya dia mau menaikkan batas bawah harga tiket. Perhatikan… menaikkan batas bawah harga tiket loh ya, bukan menghapus LCC.

….”Nggak ada lagi ke depan tawaran tiket murah seperti Rp 50.000. Batas bawah ditetapkan 40%. Suratnya sendiri masih tunggu pengesahan Menkumham,” ujarnya…..

…Sebelum ada aturan ini, sebetulnya Kemenhub memiliki ketentuan tarif batas bawah sebesar 30% untuk maskapai LCC. Namun regulasi ini bisa diperlunak jika maskapai mengajukan usulan harga tiket promosi…..

sumber

Jadi…tadinya juga ada batas bawahnya yaitu 30%, sekarang ‘cuma’ dinaikkan jadi 40%. Saya baca banyak sumber nggak ada tuh yang bilang LCC mau dihapus.

“Agar maskapai punya ruang financial yang cukup untuk tingkatkan standar safety. Kita nggak masalah kurangi standar layanan. Seperti maskapai LCC nggak dapat snack, tukar kursi bayar. Tapi yang kurangi standar safety nggak boleh,” jelasnya.

sumber

Setau saya, LCC bisa murah karena tiap layanan (nomor kursi, bagasi, makanan, dst) ‘dijual’ terpisah, jadi konsumen bisa beli sesuai kebutuhannya saja, makanya bisa murah. Nah dari statement di atas sih menurut saya jelas, kalo Pak Jonan bukan mau menghapus LCC tapi cuma mau menertibkan standar harga di antara LCC saja.

Kenapa? Sama kasusnya kaya free pitching tadi, kalo persaingan harga terlalu dahsyat tanpa ada regulasi yang jelas, penyedia layanan jadi berusaha sekuat tenaga ngejar setoran, menekan biaya produksi seminim mungkin supaya bisa meraih keuntungan dengan harga semurah-murahnya.

Nah dalam hal maskapai, biaya produksi apa aja coba? Kan termasuk di dalamnya gaji pilot dan crew, dan maintenance pesawat.

Saya dulu pernah baca betapa berat dan padatnya jadwal para pilot dan crew LCC. Ini saya nggak sempet cari lagi sumbernya, tapi kalo ada yang bisa bantu, boleh info saya by email. Dan kalo ada yang bisa menyanggah hal ini (siapa tau ada yang FA atau pilot di sini), monggo ya, nanti statement ini saya hapus.

Kalo jadwal padat sekali, human error bisa makin tinggi kan?

…Seorang flight operation officer (FOO) sebuah maskapai LCC di Indonesia yang tidak mau disebut namanya menjelaskan kepada Kompas.com bagaimana cara maskapai LCC menekan pengeluaran.

Menurut dia, maskapai LCC itu bisa menekan biaya karena mengurangi hal-hal yang tidak perlu. Penghematan dilakukan di semua hal yang dimungkinkan, dari hitung-hitungan bahan bakar sampai jumlah staf dan penggunaan alat kantor.

…Efisiensi bahan bakar juga disebut FOO itu menjadi faktor pendukung mengapa LCC bisa menekan biaya pengeluaran. Dengan perhitungan yang akurat, maka maskapai bisa menekan pengeluaran yang berlebih. “Fuel (bahan bakar) itu yang paling terasa (pengeluarannya), (kontribusinya bisa mencapai) 50 persen dari direct cost,” katanya.

Maskapai LCC memiliki berbagai siasat untuk menekan biaya pengeluaran bahan bakar, salah satunya adalah membuat flight plan (perencanaan penerbangan) yang tepat. Dengan demikian, pilot tidak akan meminta untuk menambah bahan bakar yang tanggung kalau memang tidak dibutuhkan.

“Ketika butuh (bahan bakar lebih), misal keadaan cuaca yang di atas ambang toleransi, baru ambil banyak sekalian,” katanya.

Cuaca buruk di bandara tujuan memang kadang membuat pilot memutuskan untuk holding (menunggu sambil berputar-putar di atas) atau divert (mengalihkan pendaratan) ke bandara alternatif terdekat. Tentunya hal tersebut akan menambah konsumsi bahan bakar di pesawat….

sumber

Di atas itu ‘pembelaan’ dari seorang FOO mengenai standar keamanan di LCC. Tapi saya sebagai orang awam membayangkan, kalo misalnya budget udah mepet banget, segala wacana yang bikin biaya naik pasti jadi opsi kesekian kan ya.

Intinya, saya yakin, standar keamanan di tiap maskapai sebenarnya baik. Tapi saya juga yakin kalau terlalu banyak celah dalam regulasi, dan tekanan dari persaingan harga yang menggila, akan muncul oknum-oknum nakal yang berusaha mempermainkan standar dan kebijakan, supaya bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya, termasuk mungkin dengan mengorbankan standar keamanan.

Celah inilah yang sepertinya mau ditutup oleh Pak Jonan. Supaya tidak ada alasan lagi kalau ada yang melanggar standar keamanan. Dan supaya keamanan kita, para penumpang bisa lebih terjamin.

Apakah kebijakan ini jawaban dari tragedi Air Asia? Sejujurnya, saya cukup positive thinking, Air Asia track record nya kan bagus. Saya rasa kecelakaan pesawat terjadi karena banyak sekali faktor. Dan nggak cuma LCC yang bisa kecelakaan, maskapai ternama pun bisa.

Tapi setidaknya, walaupun tidak secara langsung, kebijakan ini diharapkan bisa meningkatkan standar keamanan transportasi kita.

Makanya jangan menghujat dulu. Saya yakin Pak Jonan lebih ngerti kondisi dan apa yang dibutuhkan sistem transportasi Indonesia daripada kita.

Dan jangan kuatir, kalo dari pemberitaan sih, sepertinya LCC akan tetap ada, tapi harganya ya segitu-gitu aja, nggak akan ada lagi promo Rp 0,-. Hehe.

Dan terakhir…. jangan omelin dan hujat saya karena postingan ini ya. Saya bukan asistennya Pak Jonan, bukan pula tim suksesnya. Kalo nggak setuju, kalem aja. Saya juga cuma orang awam yang menafsir pemberitaan. Jangan-jangan saya salah dan LCC beneran dihapus.

Saya cuma gemes aja baca postingan-postingan hari ini di socmed, dan lagi nganggur nunggu upload file ke client. Hehe.

 

 

12 thoughts on “LCC: Harga Murah=Kualitas Kurang?

  1. Gue sendiri sempet menikmati naik Air Asia kalau ngga salah 3 kali di tahun 2006, 2009, dan 2010. Cuma shirt haul ke Bali dan ke Singapura. Tapi emang bener ya, kayaknya cm Air Asia yang berani kasih tiket 0 rupiah walaupun cm bbrp seat. Jetstar rasanya masih at least $20 CMIIW. Btw, lu nyadar gak Din, yang biasa nyerang Pak Jonan biasanya ya ada kaitannya dengan yang nyerang salah satu capres kemarin. Ga tau perasaan gue aja atau bukan, tp based on sharing di Socmed sih begitu. Oposisi akan terus jadi oposisi, dan wartawan kalo bikin judul hobinya emang manas2in jadi orang ga baca inti dalamnya tuh apa kemudian blakangan baru diklarifikasi sm wartawannya.

    • Nah justru urusan LCC ini banyak temen2 gw yg sebenernya bukan dr golongan sono tapi murka banget loh soal LCC. Ya bisa dipahami sih. Kebijakannya ga nampak ideal tapi menurut gw praktikal. Standar harga kan salah satu cara paling ‘mudah’ dikontrol. Dan gw stuju tuh yg bikin orang2 cepet panas blakangan ini ya media berita dunia maya. Judul kontroversial, berita dipotong2 jadi beberapa posting. Jadi kalo baca sebagian, yg ditangkep bisa salah

  2. Gue cuma mo komentar yg soal pitching design ah… Selaen designer jd deadline mepett.., Kadang ada company yg kurang tau aturan dgn make design2 dari hasil pitching itu. Biarpun ga dipake sama persis tp dicomot2 sebagian. Huhuhu uda rugi tenaga, rugi waktu, rugi juga krn ga dibayar :)) *curcol* :p

  3. klo ngomongin AA sih yah, g sebelnya klo delay diem aja ga ngasih tau, 30min berlalu di tanya baru di kasih tau, itu juga ga di notif kesemua penumpang.
    klo masalah design sih yah! ini indo gitu yah 🙂 klo dari hasil pitching2 ada yang bisa di comot emang suka di comot, ini ada anak lulusan luar di opis g ngoceh2 melolo dan geleng2 ama sifat orang indo wakakakak 😀

  4. Gw rasa sih pitching bisa dilakukan (dengan segala konsekuensinya) kalau kita mau level up kapasitas kita sih. Biasanya gw ikutan pitching kalau memang lagi ada waktu luang, jadinya memang bukan karena ingin menang. Justru kalau pitching gw pasang harga mahal. Yang paling penting adalah jangan dikasih designnya. Kalau konsep diambil ya memang nggak bisa apa-apa, tapi at least gak diambil semua.

    Yang pasti setelah pitching bukan berarti kita pulang dengan tangan kosong sih. Design dan konsep yang sudah dibuat kadang masih bisa di recycle untuk project yang lain, kadang-kadang juga menambah wawasan kita untuk mempelajari hal-hal baru. Kenapa gw bilang begini, karena gw pernah menang pitching, walaupun lebih sering kalahnya sih.

    Intinya sih kalau denger kata pitching jangan terlalu negative thinking dulu. Bisa kita lihat dulu siapa yang memberikan info, kemudian agency yang mungkin akan ikut siapa aja (kalau bisa tau), timeline dan cost yang perlu dikeluarkan kita untuk ikut pitching ini berapa (misalkan kalau butuh mock-up). Kalau masih make sense, tidak masalah untuk ikut pitching tersebut.

    • Ah salah fokus lo, ken! hahaha
      Ya gw sebenernya ga anti ikutan pitching sih (walaupun saat ini sih gw ga ada kemampuan dan sumberdaya buat pitching2 yang berisiko ga dapet penghasilan langsung). Ga menutup kemungkinan someday gw ikut pitching juga karena ya emang situasinya kalo mau level up atau mau dikenal sama client2 gede ya harus pitching. Tapi gw juga ga menyangkal kalo gw percaya bahwa budaya pitching bisa merugikan dunia design dalam jangka panjangnya. Gw kasi gambaran pitching buat ngebahas kebijakan LCC ini simply karena itu yang pertama terlintas di benak gw sebagai perbandingan, ya namanya juga bidang sendiri kan, itu yang gw paham. Hehe.

  5. Kalo gue policy-nya adalah selama pitching nggak mengeluarkan biaya langsung (biaya outsource 3D, biaya mock up), dan selama kantor kerjaannya lagi lowong, ikut aja sih.

    Gue sih setuju dengan tarif dasar bawah. Biarpun bagaimana juga nggak ada yang gratis di dunia ini, apalagi ini sebuah maskapai.

  6. Dulu pas cuma ada full-service airline, gw cuma bisa pulang kampung 2x/tahun. Tapi sejak ada AA, gw bisa pulang kampung 24-6x/tahun. Biarpun durasi baliknya sebentar, tapi kalo inget bisa ketemu keluarga 2-3 bulan lagi lebih bearable daripada 6 bulan lagi.

    Beli tiket LCC pun gw gak asal beli. Ada 1 maskapai yg gw black list karena servis super jelek, apalagi setelah muncul skandal yg menimpa pilotnya. Would I trust my safety to this airline? No.
    Gw masih gak percaya kalo tiket murah = keselamatan dipertaruhkan. Kalau begitu, selama 10 tahun (berapa sih umur AA?), bakalan udah banyak berita kecelakaan AA atau LCC lain.
    Masalah AA terbang di hari pas dia gak punya ijin terbang (kalo bener), menurut gw ini yg perlu diberesin. Tighten the safety standard if you will, pastiin peraturan dijalankan tapi menurut gw business model itu urusan perusahaan, bisa bertahan dan berkembang atau malah bangkrut.

  7. Gw baru denger istilah pitching, hahaha kemana gw slama ini? thanks for info. gw si gaperna ikutan gituan, maklum masi level bawah dan freelancer juga wkwkwk..

    Soal Air Asia, kemaren ini gw dicritain nyokap gw. Waktu dia bahas soal kecelakaan AA ini dengan ade gw dan temen2 ade gw (rata2 orang jakarta), salah satu mereka ini nyeletuk: AA? pesawat yang murah itu bukan Tante? kita sih gapernah naek pesawat2 murah gitu (dengan tidak langsung bilang: ya kalo mau aman jangan naek pesawat murah). Nyokap gw ngejelasin, kalo rute Surabaya – Singapore, Semarang – Singapore, pilihannya memang adanya Air Asia (dan silk air kalo ga sala) untuk direct flight. Untuk kota2 kecil macem kita selaen Jakarta ini, pilihan terbang itu terbatas. Ga ada rute Garuda direct flight ke singapore. Lha buat kita kan males banged kalo terbang pake Garuda ke jakarta, transit dulu, trus lanjut ke singapore, buang2 waktu kan, lagian repot bawa2 anak.

    Jadi mereka yang kemaren terbang naek AA Sby – Sing, bukannya orang2 yg pilih maskapai demi murah. Tapi memang adanya pilihannya ya itu aja.

    Agak OOT ya 😛 Intinya sih gw ga masalah juga mau dinaekin jd 40%, asal soal perijinan terbang itu juga dibenahi. Peraturan pemerintah harus diperiksa apa sesuai pelaksanaannya, bukan cuma soal industri penerbangan, tapi smua hal. Jangan kalo uda terjadi, baru sibuk berbenah. Gitu aja sih

Leave a reply to leonyhalim Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.