Raka Berburu Sekolah

Seriiiing banget kalau lagi jalan sama Raka, kita ditanya orang “Raka udah sekolah, belum?” dan kalau dijawab “belum”, biasanya kami diberikan tatapan hina atau minimal tatapan heran. Hehe.

Saya termasuk golongan emak-emak yang kontra sekolah sejak dini. Alasannya karena saya sendiri sejak kecil kurang suka sekolah formal, jadi saya juga nggak mau anak menghabiskan hidupnya dengan kelamaan sekolah. Maunya sekolah yang seperlunya aja. Yah walaupun toddler class atau playgroup isinya masih main-main aja, saya tetep merasa belum perlu lah anak batita harus terikat jadwal hidup yang saklek gitu.

Alasan lainnya… karena waktu usia 1-2 tahun, Raka sangat aktif, kurang mau diatur, dan cenderung kasar. Saya yakin, kalau dia sekolah, dia bakal masuk kategori ‘anak nakal’ yang nggak mau nurut gurunya dan berpotensi menganiaya temennya. Padahal, ya belum siap aja sekolah. Jadi, daripada dia harus menanggung cap negatif itu, menurut hemat saya, mendingan masukkin sekolah pas dia emang udah siap, udah lebih cerdas secara emosional.

Untungnya, Mas Ben setuju-setuju aja. Dan kita sepakat mau masukkin Raka sekolah pas pas usianya 4 tahun, langsung masuk TK A atau K1.

Nah, tahun ini Raka bakal berumur 4 tahun, jadi sudah waktunya mendaftar sekolah. Dan karena pendaftaran banyak sekolah sudah mulai buka sejak bulan Oktober tahun ajaran sebelumnya, saya udah mulai survey-survey sekolah sejak 2 tahun lalu.

Sebelum survey, kriteria sekolah pilihan saya seperti berikut (diurutkan berdasarkan skala prioritas):

  1. Masuk budget
  2. Lokasi nggak jauh dari rumah. –> Dan untungnya kalau urusan ini, buanyaaaaak banget pilihan sekolah di sekitar kami
  3. Kalau bisa yang sistem belajar/kurikulumnya nggak terlalu konservatif. Idealnya sih pengen yang Montessori atau sejenisnya, yang bisa menghargai kelebihan dan keunikan talenta masing-masing anak. –> Ini karena waktu itu saya nggak yakin Raka bisa nggak ya ngikutin cara belajar sekolah konservatif.
  4. Pengennya sih sekolah dengan dasar agama Kristen.
  5. Jenjangnya berkelanjutan, kalau bisa sampai SMA, minimal sampai SD, karena saya sih pengennya Raka nggak usah pindah-pindah minimal sampai lulus SD.

Karena banyaknya pilihan, langkah pertama yang saya lakukan adalah cari review di forum Mommies Daily. Dari situ, saya membuat daftar nama-nama sekolah yang kami incar.

Lalu saya menelepon satu persatu sekolah-sekolah tersebut, buat tanya perkiraan uang pangkal dan uang sekolah tahun itu. Tujuannya buat bandingin mana sekolah yang kira-kira masuk budget kami.

Ternyata kenyataan itu pahit, jendral! Sekolah berbasis Montessori itu muahaaal sekali. Sementara sekolah-sekolah beragama Kristen dan masuk budget di daerah rumah kita ternyata sedikit pilihannya.

Jadilah, akhir tahun 2016 kemarin, Raka trial di 2 sekolah. Sebut saja sekolah T dan sekolah K. Saya nggak enak nyebut nama sekolahnya, tapi kalau ada yang butuh banget infonya, silahkan e-mail saya.

Sekolah T

Pertama kali Raka trial di sekolah T. Saya boleh masuk kelas tapi duduk di pojok belakang. Nggak boleh ngapa-ngapain, cukup mengamati saja.

Plus:

  • Berbasis agama Kristen, pengajaran nilai-nilai Kristiani lumayan kental, ada doa dan bahas cerita Alkitab di kelas
  • Kurikulum SOT (School of Tomorrow). Untuk lengkapnya, googling aja ya. Tapi kalo dari yang saya pahami, sistem ini ada kemiripan sama Montessori
  • Anak-anaknya keliatan sangat behave. Di kelas ada banyak aturan, seperti misalnya boleh ambil mainan, tapi abis itu beresin lagi, baru ambil mainan lain. Dan anak-anak ini keliatan udah teratur banget. Sempet ada anak yang ambil mainan yang lagi dimainain Raka, Raka mau marah, eh udah keburu ada anak lain yang ngebantuin Raka.
  • Anak-anaknya proaktif dan ini lumayan merata, hampir semuanya seperti itu, jadi bisa disimpulkan memang dikondisikan seperti itu.
  • Jumlah murid dalam satu kelas sedikit, ukuran ruangan kelas lumayan besar dan penataannya rapi.
  • Guru dan staff kelihatan benar-benar suka anak-anak, tahu gimana cara menghadapi anak-anak. Cara mengajarnya pun menarik.
  • Guru dan staff perhatian banget. Sekitar seminggu setelah trial, kita nggak sengaja ketemu di mall sama beberapa staff yang lagi jaga stand di education fair. Dan mereka yang manggil-manggil Raka.
  • Raka keliatan cukup enjoy di sini.

Minus:

  • Lokasi toddler sampai SD kelas 1 di sebuah rumah tinggal. Sementara kelas 2 SD sampai SMA di sebuah apartment. Lokasi yang di rumah tinggal sih masih OK, tapi kalau mempertimbangkan nanti Raka SD di sana juga, rasanya kurang sreg sama lokasi yang di apartment.
  • Karena bentuknya rumah tinggal (dan apartment), rasanya kurang seperti sekolah dan fasilitas terbatas. Olahraga untuk preschooler dilakukan di sebuah ruangan kosong yang difungsikan sebagai aula. Nggak ada lapangan, nggak ada kantin. Cuma ada playground yang waktu itu pun lagi di-renov. Sementara yang di apartment, haduh rasanya sumpek.
  • Biaya TK nya masih masuk budget kami, tapi sudah termasuk batas atas. Sementara biaya SD nya agak over budget.

Sekolah K

Trial kedua, kita ke sekolah K. Kita sampai agak kepagian, daftar ke Tata Usaha, lalu disuruh tunggu aja. Selama nunggu, saya yang inisiatif tanya boleh main di playground atau nggak. Dan waktu menjelang jam masuk, nggak ada yang manggil atau menjelaskan, saya aja yang inisiatif nyamperin dan tanya-tanya.

Setelah masuk kelas, saya juga duduk di belakang. Tapi tidak seperti di sekolah T, di sini seolah para guru berharap saya bantuin handle anak saya sendiri. Padahal kan saya justru pengen liat gimana cara mereka handle anak saya kan.

Plus:

  • Sekolah Kristen
  • Fasilitas OK banget. Playground yang lumayan gede (Raka seneng banget), lab komputer (kalau nggak salah), aula yang besar, dan perpustakaan yang buku-bukunya bikin ngilerrrr.
  • Jenjang lengkap dari TK sampai SMA, dan semakin tinggi jenjangnya, fasilitasnya semakin lengkap.
  • Muridnya banyak, jadi pergaulan bisa lebih luas.
  • Sekolah lama dan terkenal, udah banyak pengalaman dan prestasinya.
  • Biayanya masih masuk budget kami.

Minus:

  • Di TK santai banget, nggak terlalu diajarin baca-tulis sedangkan di SD dituntut sudah bisa baca-tulis.
  • Saya kurang sreg sama guru-gurunya. Di mata awam saya, mereka seperti kurang paham mengenai anak-anak. Contohnya, hari itu temanya tentang pakaian. Seorang anak dipakaikan baju (baju yang dipakein itu kostum pangeran), lalu gurunya tanya: “Kamu pakai baju ini mau ke mana ya?”. Menurut saya pertanyaannya terlalu abstrak, udah mana mereka dipakein kostum yang mereka nggak paham, kan bingung.
  • Contoh lain di perpustakaan, hari itu jadwal story-telling. Guru yang jadi story-teller dataaar banget. Nggak ada perubahan intonasi atau warna suara. Ya anaknya kabur-kaburan. Huhu.
  • Waktu sesi belajar phonics di kelas, gurunya ngajarin dengan menggunakan lagu…yang diambil dari Youtube. Jadi tuh video clip dari Youtube diputar di komputer (yang memang ada di setiap kelas), dan anak-anak melihat ke arah layar komputer (yang tentunya tidak seberapa besar). Mana lagunya cepet, dan si guru sendiri keliatan nggak bisa ngikutin lagunya. Tentunya….. anak-anaknya bengong semua. Ini point paling minus di mata saya.
  • Sepertinya jumlah murid juga kebanyakan dibanding gurunya. Pas nunggu masuk, ada anak yang manjat pager lumayan tinggi tanpa ada yang mengawasi. Saya ngeliat, tapi pengen tahu, apakah bakal ada yang negur itu anak. Ternyata setelah 5-10 menit tuh anak nangkring di atas pager, baru ada yang nyadar.
  • Point minus terbesarnya adalah…. Raka bener-bener nggak enjoy di sini. Awalnya karena kelas dimulai dengan nyanyi-nyanyi dan joged-joged banyak lagu, sedangkan Raka paling nggak suka disuruh joged-joged. Jadi sejak awal mood nya udah rada jelek. Lalu dengan faktor-faktor minus di atas, Raka sepertinya sangat bete sampai berkali-kali nyamperin saya, pundung, minta pulang. Huhu.

Sekolah J

Sekolah J ini sebenernya udah beberapa kali saya baca di forum-forum. Review-nya selalu bagus. Katanya, anak-anaknya pinter-pinter Inggris dan Mandarin tapi belajarnya nggak menakutkan, pokoknya anak-anak senang dan tahu-tahu bisa. Katanya juga, di sini ditekankan pada karakter, anak-anak di sini sopan banget. Tapi… tadinya sekolah ini nggak masuk list saya karena sekolah umum, bukan sekolah Kristen.

Tapi karena hasil trial di T dan K, belum ada yang sreg, saya pun membuka pintu hati untuk si J *tsah*

Sekolah konservatif nih… ya udah lah nggak apa-apa…

Bukan sekolah Kristen nih… ya udah lah nggak apa-apa juga. Anaknya malah belajar prulalitas. Kalo mengenai kekristenan kan tahun ini Raka juga rencananya udah mulai ikut Sekolah Bina Iman.

Haha… Lama-lama semakin banyak kompromi, apalagi begitu tahu kalo biayanya masuk banget di budget kami *yeay!*

Ya udah lah, saya pikir…coba dulu aja. Siapa tahu menarik.

Proses mau trial ini sebenernya nyebelin banget. Jadi saya udah daftar trial pas mereka lagi pameran di MOI. Lalu nggak dihubung-hubungi. Setelah hampir lewat sebulan, saya telepon, lalu katanya mau disampaikan ke marketing dan nanti saya dihubungi lagi. Lewat 2 minggu belum dihubungin, saya telepon lagi, ternyata nama Raka belum tercantum. Kezel.

Tambah kesel lagi karena ada misscom. Jadi mereka bilang Raka trialnya jam 8.30-10.30. Saya udah curiga karena liat di brosur, kelas preschool itu mulai jam 7.30 sementara kelas K1 mulai jam 8.00. Saya sampai memastikan 2x, jawabannya tetap sama. Ya udah saya pikir mungkin kalo trial nggak harus ikut full. Lalu terakhir saya pastikan lagi “Jadi Raka ini trial-nya di kelas K1 ya?”. Dan dibenarkan sama marketingnya by phone.

Hari trial, nyampe pas-pas-an jam 8.30 (karena ternyata ujan gede jadi macet). Eeeeh dibilangin kalo Raka belum boleh ikut trial di K1. Trial-nya harus sesuai usia yang berarti di PG2. Dan PG2 itu mulainya jam 7.30 jadi udah telat banyak. Kalau mau, ikut kelas siang yang jam 10.30. Hadeeeeh kesel. Tapi saking niatnya (atau putus asanya?), jadilah kami nunggu sampai jam 10.30.

Walau marketingnya kurang OK, pas nyampe ke gedungnya saya emang berasa lumayan sreg. Dan anehnya, baru di sekolah ini, Raka ngotot mau masuk sekolah. Dia sedih pas harus nunggu sampai siang.

Nah kalo di sini, saya nggak boleh masuk. Cuma boleh nunggu di luar kelas. Ada CCTV sih, tapi jadi nggak bisa lihat cara ngajar dan suasana kelas. Jadi sebenernya penilaian saya nggak adil nih kalo dibanding sekolah T dan K, karena saya nggak bisa menilai proses belajar mengajar di kelas.

Plus

  • Bahasa pengantar Inggris, ada Indonesia, dan 10% Mandarin
  • Gedung sekolah sendiri. Bukan di ruko, bukan di rumah tinggal.
  • Guru-guru dan staff sangat ramah, dan kelihatan paham cara menghadapi anak-anak.
  • Suasana kelas cukup luas, nyaman, dan terang.
  • Sempat ngeliat ruang-ruang kelas dan fasilitas sampai ke SMA, suasananya lumayan. Ada kantin, perpustakaan, ruang musik, lapangan olahraga indoor. Ya memang jauh di bawah sekolah K, tapi setidaknya ada.
  • Point plus personal buat saya: ada upacara bendera setiap Senin, diajarkan lagu-lagu daerah, dan ada angklung
  • Untuk SMA ada ijazah Cambridge. So.. lumayan promising
  • Biayanya masuk budget
  • Yang utama, Raka seneng banget di sini. Begitu diajak masuk kelas, nggak ada nengok ke belakang, langsung lupa sama Mamanya. Sepanjang 2,5 jam sekolah, nggak ada nyari saya. Dan sejak pulang sekolah sampai malam, kalau ditanya seneng nggak sekolah di sana, mau sekolah di sana? Selalu konsisten jawabannya iya, mau.

Minus

  • Fasilitasnya kalah banget dibanding sekolah K.
  • SMA nya baru ada sampai grade 11, dan itupun muridnya sedikit. Jadi kuatir pergaulannya terbatas sekali (ya setidaknya untuk TK dan SD masih OK sih)
  • Tidak ada pelajaran agama. PG sampai K2 diajarkan berdoa secara universal aja. Mulai SD ada pelajaran agama, dipisah sesuai agamanya.
  • Pelajarannya sepertinya lumayan berat. Untuk PG2 harusnya sudah bisa counting 1-20, bisa phonics A-Z, dan bisa nulis namanya mengikuti contoh (bukan tracing). Nah tadi hasil trial/observasinya, Raka masih ketinggalan, jadi dia dianjurkan masuk PG2 dulu beberapa bulan buat mengejar ketinggalan pas masuk K1. Kok jadi ngeri-ngeri sedep ya… huhu. Atau ini biasa ya untuk ukuran PG2? Soalnya kalau dibanding sekolah K dan T sih ini termasuk berat.

Demikianlah hasil perburuan sekolah Raka. Saya tahu nggak ada sekolah yang sempurna, semuanya pasti ada plus-minusnya. Tinggal pilih aja prioritasnya yang mana. Sekarang kami lagi doain dulu sebaiknya mana yang harus kami pilih. Moga-moga Raka segera dapet sekolah ya…

Jadi merasa anak ini udah gede banget

 

 

23 thoughts on “Raka Berburu Sekolah

  1. raka lahir di bulan yang pas sih ya? jayden lahir di bulan nanggung nih… tahun ini sebenernya uda bisa masuk playgroup, tapi karena masih kurang dari 3 tahun, gua merasa belom waktunya… jadi tahun depan aja nunggu dia umur 3, dan kayaknya langsung masuk TK deh… playgroup cuma main-main doang kan… toh kalo liat kurikulumnya, itu bisa diajarin di rumah hahahaha… btw, ga coba sekolah P din? hehehehe… tau kan sekolah mana yang gua maksud? hehehehe…

    • Jayden bulan apa ya mel? Akhir taun ya? Sekarang kan cut off nya banyak di desember. Playgroup beda2 loh. Ada yg masih main2… kalo di skul J ini tuh sperti yg gw critakan udah ada belajarnya lumayan banyak.
      Sekolah P itu sekolah K yg gw sebut di atas hehe. Gw takut terlalu obvious. Ga enak. Hehe

  2. Menarik sekali postingan ini. Secara kapan itu aku ketemu muridku yg anaknya sebaya ama baby ku, trs rumah kami deketan. Trs aku tanyain: ntar kita mulai nyekolahin anak usia brp ya? Udah ada rencana mo ke PG apa? Mau nabung dr skrg.

    Padahal anakku ulang tahun pertama jg beloooom, bhahahaha. Tp abis baca postingan ini, aku jd nyadar bahwa untuk tipe anakku (yg mungkin spt Raka), baiknya nunggu sampai secara emosional bener2 siap.

    • Boleh sih kalo nabung mah. Gw malah udah nabung dana pendidikan dari sebelum merid. Berat banget biaya pendidikan anak, kalo nggak sejak dini, takut nggak kekejar haha. Kalo soal mulai sekolahnya nunggu sih gw bener-bener nggak nyesel. Ternyata setelah lewat masa terrific two, Raka banyak banget kemajuan secara emosional. Sekarang malah dia yang sepertinya udah nggak sabar mau sekolah.

  3. Din…bagus ni gw jg lagi2 survei sekolah buat olive, gw bingung pake dasar apa buat seleksi pilihan sekolahny selain budget ahhahah

  4. Sekolah yang pertama itu typical sekolah yang sedang merintis, sampai punya dana yang cukup untuk beli lahan sendiri dan bangun gedung. Nah di sini tricky-nya, bisa jadi lokasi baru jadi jauh dari rumah.

    Untuk kurikulum rata-rata sekolah nasional alias sekolah konservatif jadul itu memang nyantai banget dibandingkan sekolah national plus, apalagi yang pake singaporean curriculum. Madeline sekarang baru belajar a, i, u, e, o. 1-10 dan menulis nama panggilan. Kalo liat buku panduan memang target TKA hanya itu saja. Nanti TKB baru digeber untuk bisa baca tulis pas tes masuk SD. Jadi kalo dibandingkan dengan teman-temannya yang sekolah di national plus, Madeline masih pupuk bawang banget academic wise. Ini aja menurut gue pelajarannya udah susah banget untuk ukuran anak TKA. Cuma memang yang seperti lo bilang itu jadi ada gap antara kurikulum TK yang nyantai dan kurikulum SD yang udah harus bisa baca tulis plus ulangan setiap hari.

    Semoga ketemu sekolah yang tepat ya. Gue juga masih dalam proses permenungan untuk SD-nya Madeline. Kirain pas masuk TK aja galau, ternyata sekarang biar udah ada SD-nya masih juga galau 😂

    • Hahaha justru itu gw pengennya galaunya sekali aja biar ntar SD nggak galau lagi. Iya kurikulum nasional tuh aneh ya, kenapa gap nya jauh amat dari TK sampai SD. Gw sih prefer anak TK emang nggak dibebanin berat2 tapi kalau SD nya udah digeber, apa malah nggak jadi stress kalau TK nya terlalu santai? Dilema kan gue

  5. Ini dari debdikbudnya yg atur kurikulum begitu. Dia ngelarang TK belajar baca tulis makanya sekolah anak gw nggak ada baca tulis masuk rapor, tapi gurunya sisipin ajarin baca tulis (yg sederhana ala anak TK nasional yah, jgn bandingin sama sklh inter) supaya di SD bisa…jujur aja dl gw sempet panik Clarissa gak bisa baca dibanding anak2 tmn gw tapi ternyata fine2 aja tuh di SD, penyesuaian awalnya utk membaca lancar aja yg susah tapi lama2 bisa kok. Malah yah dibanding temen2 dia yg dari TK nat plus dan TK inter secara akademik jauh dibanding anak dalem TK sini (yg katanya cuma main2 doang dan akademik kurang) gw bahkan bisa bilang secara moral dan secara etika juga jauh….serius deh nakalnya tuh udah yg tercela masuk tahap kurang ajar…makanya gw bisa milih sklh skrg karena buat belajar iman, disiplin dan moral hehehee cuma kan balik lagi tergantung org tua masing2, beda orang tua beda cara dan beda kebutuhan…kalau urusan bahasa inggris kaya jaman kita dl kaga ada sekolah inter, kuliah LN survive semua kan malah lebih tangguh karena udah belajar disiplin dan mandiri sedini mgkn 🙂

    Selamat cari sekolah yang oke yah sesuai dengan kebutuhan anak dan kebutuhan kalian. Kalau prinsip gw jangan dengerin kata orang kalau negatif “wah Raka masa blom bisa blablabla, sementara anak gw udah bisa simbilikitibalabala….” pasti bakalan ada omongan kaya gitu hehehee…ikutin kata hati elu mana yg terbaik…

    • Iya makanya aneh ya kurikulum depdiknas. Btw gw juga nyari yang lebih berat ke karakter daripada akademis. Dan gw juga jadi agak-agak anti sama sekolah nasplus & inter karena ga kuat liat borjunya.

  6. Gw malah uda kepikiran dr skrg mau cari2 sekolah nih…emg banyak ya pertimbangan nya kalo mau sekolahin anak..terus skrg ini sekolah2 biayanya serem2 kakakk

  7. Pingback: 2017 – Tahun Seru | Cerita Bendi

  8. Pingback: First Days | Cerita Bendi

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.